Beritaindonesia.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Priyadi Kardono dan mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara Lapan (Kapusfatekgan) Muchamad Muchlis sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT).

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan penetapan keduanya dari hasil proses penyidikan serta ditemukannya dua alat bukti yang cukup. Diduga keduanya telah menyalahgunakan kewenagnan dalam pengadaan CSRT pada BIG yang bekerja sama dengan Lapan pada tahun 2015.

“KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, dan KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/1/2021).

Lili mengatakan, penanganan perkara ini ditingkatkan ke tahap penyidikan sejak September 2020. Kedua tersangka, kata Lili, diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT pada BIG bekerja sama dengan Lapan Tahun 2015.

“Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp 179,1 miliar,” kata Lili.

Dipaparkan, kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan Lapan dalam pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa proyek yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah.

Keduanya telah menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan menerima proyek, yakni PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja, sebelum untuk membahas persiapan pengadaan CSRT. Atas perintah kedua tersangka, penyusunan berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja agar “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.

“Untuk proses pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC),” ungkap Lili.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [rif]

Lihat Berita Kabar.co.id Lainnya di Google News